Data Museum

Museum Kebangkitan Nasional
jl. dr abdulrahman saleh no 26 kel. senen, kec senenGedung Kebangkitan Nasional yang berarsiktektur neo renaissance ini dirancang dan dibangun oleh tentara Zeni Angkatan Darat Hindia Belanda pada tahun 1899. Pembangunan gedung selesai pada tahun 1902 dan diberi nama School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Dokter Djawa School, yaitu sekolah pendidikan kedokteran bagi pribumi yang dibuka hingga tahun 1925. Hal ini dikarenakan pada sekitar tahun 1920an secara bertahap pendidikan STOVIA dipindahan ke Salemba (kini kampus Universitas Indonesia). Bangunan 1 (satu) lantai tersebut berukuran panjang 146,50 m, lebar 98,58 m, tinggi 10,20 m, dan secara keseluruhan memiliki luas 5.160,8 m2. Gedung STOVIA terus mengalami perubahan dan penambahan bangunan baru. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan demi menyesuaikan dengan kebutuhan sekolah, misalnya saja pada tahun 1974 diperkirakan ada penambahan panggung di Ruang Rekreasi yang saat ini berfungsi sebagai Auditorium. Pada tahun yang sama, di tengah halaman depan dibangun monumen “Tangan-Tangan Patah” oleh Panitia Peringatan 125 Tahun Pendidikan Dokter di Indonesia. Gedung STOVIA menjadi saksi terbentuknya Organisasi Budi Oetomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh R. Soetomo dan kawan-kawannya karena terinspirasi oleh pemikiran dr. Wahidin Soedirohoesodo untuk membantu anak-anak Jawa bersekolah. Pendirian Boedi Utomo tersebut memberikan inspirasi bagi Mas Satiman Wirjosandjojo untuk mendirikan organisasi pemuda pertama Bumiputera Tri Koro Darmo tahun 1915 yang berubah menjadi Jong Java pada tahun 1917. Pada tahun 1926 Gedung STOVIA tidak lagi digunakan sebagai Sekolah Dokter Djawa, melainkan untuk sekolah Algemene Middelbaar School (AMS) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) hingga tahun 1942. Gedung ini kemudian digunakan oleh Jepang sebagai kamp tahanan eks tentara Belanda hingga tahun 1945. Setelah Indonesia merdeka, dari tahun 1945-1973 gedung ini dihuni oleh eks tentara Koninklijk Nederlands Indische Leger (KNIL) Batalyon V. Pada tanggal 27 September 1982, pengelolaan Gedung Kebangkitan Nasional diserahkan oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Gedung yang sarat sejarah tersebut pada tahun 1983 ditetapkan sebagai Cagar Budaya yang dilindungi Monumenten Ordonantie, Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. 0578/U/1983 tentang Penetapan Bangunan Bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional. Setahun kemudian, pada tahun 1984, gedung tersebut ditetapkan sebagai Museum Kebangkitan Nasional.

Museum Pusaka
Jl. Raya Taman Mini, Ceger, Cipayung, Ceger, Kec. Cipayung, Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13810Pada mulanya koleksi Museum Pusaka merupakan hibah dari Ibu Dra. Sri Lestari Masagung (Museum Tosan Aji) di jalan Kwitang No. 13 Jakarta Pusat. Hibah koleksi diberikan kepada Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto selaku Ketua Yayasan Harapan Kita atau Badan Pengelola dan Pengembangan Taman Mini “Indonesia Indah” (BPP-TMII). Proyek pembangunan Museum Pusaka dimulai pada bulan Juli tahun 1992 dan diresmikan pada tanggal 20 April 1993 oleh Presiden Republik Indonesia Bapak H.M. Soeharto.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi
Jalan Imam Bonjol No 1Gedung ini menjadi sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal 16-17 Agustus 1945 terjadi peristiwa sejarah, yaitu perumusan naskah proklamasi bangsa Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Nugroho Notosusanto, menginstruksikan kepada Direktorat Permuseuman agar merealisasikan gedung bersejarah ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0476/1992 tanggal 24 Nopember 1992, gedung yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 1 ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yaitu sebagai Unit Pelaksana Teknis di bidang Kebudayaan dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tantangan yang dihadapkan oleh museum khusus yaitu penggalian informasi yang terbatas dari suatu peristiwa atau tokoh yang bersangkutan dengan museum tersebut. Oleh karena diperlukan upaya-upaya agar eksistensi Museum Perumusan Naskah Proklamasi tetap ada.

Museum Serangga
Jalan Raya TMIIMuseum serangga diresmikan pada 20 april 1993 oleh bapak presiden soeharto yang terletak di tmii dengan 250 jenis kupu kupu, 200 jenis kumbang dan 150 jenis serangga lain nya

UPTD Museum Purbakala Provinsi Gorontalo
Jl. By Pass Kelurahan Tamalate Kecamatan Kota Timur Kota GorontaloProvinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah yang saat ini dapat dikatakan masih berkembang setelah tahun 2000 menjadi provinsi ke-32, melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Gorontalo yang dikenal memiliki keragaman etnik yang berawal dari sebuah metafora kerajaan pada masa lalu yakni Limo lo Pohala’a, terdiri dari Suwawa (Tuwawa), Limboto (Limutu), Gorontalo (Hulontalo), Bolango, dan Atinggola. Selain itu terdapat pula berbagai etnik lainnya yang secara historis memiliki korelasi dengan masyarakat Gorontalo, yakni etnik Maluku (Ternate), Bugis-Makassar, Minahasa, Bolaang Mongondow, Arab, dan Tionghoa. Keragaman etnik yang dimiliki Gorontalo tersebut menjadi sebuah ciri dari salah satu identitas yang mencerminkan akulturasi budaya masa lalu menjadi sebuah kekayaan budaya yang masih menunjukkan eksitensinya hingga sekarang. Selain keragaman budaya yang dimiliki, terdapat pula berbagai bukti otentik atau sebuah penggambaran peristiwa sejarah Gorontalo dari masa kolonial, pra kemerdekaan Indonesia 1942 atau dikenal dengan "Hari Patriotisme" masyarakat Gorontalo, dan sampai dengan pasca kemerdekaan Indonesia. Seiring dengan perkembangan provinsi Gorontalo, peran museum untuk menampilkan berbagai koleksi dan menjadikannya sebagai media komunikasi terhadap pengunjung dalam memperoleh informasi terhadap budaya dan sejarah serta dinamika sosial masyarakat Gorontalo sangat diperlukan. Sebagai bentuk perhatian pemerintah, Provinsi Gorontalo menganggarkan dana pembangunan museum dengan lokasi awal seluas ± 1 (satu) hektar melalui APBD sejak tahun 2010. Berikut rincian anggaran: tahun 2010 sebesar Rp 799.967.250,- tahun 2011 sebesar Rp 700.000.000,- tahun 2012 sebesar Rp 339.139.000,- tahun 2013 sebesar Rp 300.000.000,- tahun 2014 sebesar Rp 100.000.000,- tahun 2015 sebesar Rp 451.000.000,- tahun 2016 sebesar Rp 1.290.719.000,- tahun 2016 sebesar Rp.1.000.000.000,- (APBN) tahun 2017 sebesar Rp 858.749.000,- Tahun 2018 sebesar Rp. 833.977.000,- Tahun 2019 sebesar Rp.1.150.000.000,- Tahun 2019 sebesar Rp.1.450.000.000,- (DAK Nonfisik BOP Museum) Jumlah Rp 9.273.551.250,- Museum saat ini memiliki peran sebagai lembaga yang melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat sesuai bunyi pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum. Maka untuk menjalankan peraturan tersebut, pemerintah provinsi Gorontalo melalui Dinas Pendidikan Pemuda Olahraga dan Kebudayaan yang saat ini mengelola museum berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat terutama dalam hal pelayanan edukasi dalam menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dari berbagai lapisan kepentingan di antaranya; pelajar, akademisi, peneliti, budayawan, dan berbagai komunitas pemerhati museum. Keseriusan pemerintah provinsi Gorontalo untuk menjadikan museum daerah sebagai lembaga yang ikut berperan aktif dalam membangun identitas budaya masyarakat,diwujudkan melalui pembangunan gedung museum yang berdiri di atas lahan ± 1 hektar dan pengadaan koleksi yang dianggarkan secara bertahap dari tahun 2010 hingga 2015. Seiring dengan realisasi pembangunan museum tersebut, dibentuklah struktur organisasi Museum Gorontalo yang menjadi salah satu pelaksana teknis bidang permuseuman di tingkat provinsi dan dikelola oleh Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo pada bulan Januari 2015 melalui Peraturan Gubernur Nomor 59 Tahun 2014, kemudian diperbarui dengan Peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2017 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum dan Purbakala Provinsi Gorontalo.

UPT Museum Sang Nila Utama dan Taman Budaya
Jl. Jenderal Sudirman No. 194Museum Sang Nila Utama yang kita kenal sekarang ini pada awal berdirinya dikenal dengan nama Museum Negeri Provinsi Riau. Latar belakang pendirian museum ini merupakan salah satu usaha Pemerintah Pusat dalam bidang kebudayaan, dengan kebijakan saat itu agar disetiap Provinsimendirikan Museum Negeri. Pada sisi lain seperti kita ketahui bersama bahwa daerah Riau memiliki kekayaan akan aneka ragam budaya, hasil alamnya yang terkandug dalam geologis maupun geografis, selain itu berdasarkan data sejarah disebutkan bahwa daerah Riau pernah menjadi Pusat Kerajaan Melayu yang pada masanya pernah juga berada dipuncak kejayaan sebagaimana sebuah kerajaan besar. Dengan demikian dapat dipastikan di daerah ini banyak memiliki benda-benda pembuktian materiil yang merupakan hasil sejarah-budaya manusia serta alam dan lingkungannya yang sangat penting dilestarikan dan divisualisasikan pada sebuah museum. Maka pada tahun 1975 seiring dengan perubahan instansi Perwakilan Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau, dimulailah upaya penitisan untuk mendirikan sebuah museum di daerah ini dengan dibentuknya Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan ini dalam upaya pembinaan permuseuman telah memulai pengadaan dan mengumpulkan benda-benda (koleksi) peniggalan sejarah dan budaya. Pembinaan permuseuman ini terus berlanjut dan beberapa waktu kemudian dimulailah rencana untuk membangun gedung museum melalui dana APBN Tahun Anggaran 1977/1978 yang diawali pembebasan tanah seluas 16.930 M2. Kemudian secara bertahap dari tahun 1979/1980 dan 1981/1982 M2 dibangun gedung perkantoran yang teridri dari beberapa ruangan. Pembangunan selanjutnya diteruskan pada tahun anggaran 1984/1985 dan 1985/1986 dengan membangun gedung untuk memenuhi kebutuhan akan ruang pameran tetap museum yang biasa disebut gedung induk. Pada tahun anggaran 1993/1994 dibangun gedung auditorium. Setelah sarana dan prasana baik fisik maupun non fisik dianggap cukup memadai, maka ditetapkanlah museum ini sebagai Museum Negeri Provinsi Riau dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor : 001/0/1991, pada tanggal 9 Januari 1991. Pada saat itu Kepala Museum masih dirangkap oleh Kepala Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Riau sebagai pelaksana tugas harian. Dua tahun kemudian barulah diangkat Kepala Museum yang definiif, dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor : 28267/A2.1.2/C/1993, tanggal 25 Mei 1993. Adapun peresmian Museum Negeri Provinsi Riau ini diresmikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu : Prof. Dr. Edi Sedyawati pada tanggal 9 Juli 1994, bersempena dengan Pembukaan Pameran bersama Museum Negeri Provinsi se Sumatera dan sekaligus dalam rangka turut berperan serta Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Nasional ke-17 di Pekanbaru. Setelah ditetapkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang dalam hal ini adanya pengalihan kewenangan beberapa Bidang Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah, termasuk salah satunya yaitu bidang kebudayaan dimana tercakup didalamnya mengenai kebijakan pembinaan permuseuman, maka kemudian berdasarkan Peraturan Provinsi Riau Nomor : 17 tahun 2001 Museum Negeri ProvinsiRiau berganti nama menjadi Museum Daerah yang berada dibawah Dinas Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau. Dan pada tahun 2017 kembali berganti nama menjadi Museum Sang Nila Utama, berada dibawah naungan Dinas Kebudayaaan Provinsi Riau.