museum

Bersama dengan George Obus (Bupati Barito saat itu), Tjilik Riwut menemui seorang pengusaha besar di Muara Teweh yakni Haji Abdullah, Pemilik Firma SEDAB (Serikat Dagang Barito). Pokok pembicaraan adalah mohon bantuan dana dalam kegiatan Pembentukan Provinsi Baru. Haji Abdullah menyetujuinya, memberikan bantuan semaksimal mungkin dan menunjuk salah seorang menantunya yang dianggap mampu mewakili beliau yaitu Haji Basirudin, hal ini disebabkan karena beliau sering sakit-sakitan diserang stroke. George Obus dan Tjilik Riwut gagal mendapatkan dukungan dana dari para pengusaha-pengusaha besar (suku Dayak) lainnya waktu itu sebab mereka khawatir aktivitas tersebut hal yang mustahil dan berbahaya. Selaku penggagas ide tersebut, Mahir Mahar adalah orang kedua yang bersedia membantu sesuai pemisahan diri dari Provinsi Kalimantan Selatan. Haji Basirudin adalah cucu dari Tamanggung Ibon, sepupu Tamanggung Surapati dan Ketika peristiwa tenggelamnya kapal Onrust, Tamanggung Ibon telah membunuh Kapten Bangaert (Komandan Fort Marabahan) dengan badiknya. Jadi Gusti Jaleha dan anaknya tentu saja dengan ikhlas menerima rombongan tinggal dirumahnya, karena Haji Basirudin adalah keturunan dari orang-orang yang bahu membahu dengan ayahnya menentang penjajah Belanda. Sedangkan yang memfasilitasi keprotokolan agar rombongan dapat menghadap ke Istana dilakukan oleh adik ipar Gusti Mustafa seorang Dosen IPB yang sangat kenal dengan Presiden Kejadian lain yang turut mempermudah nampaknya sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa. Sewaktu Haji Basirudin berjalan-jalan di depan Istana, kebetulan Bapak Presiden berada di halaman Istana dan Haji Basirudin dipanggil masuk kemudian mereka berkenalan dan mengobrol lama. Dengan cepat Haji Basirudin mengutarakan maksud kedatangan Tim yang dibiayainya ke Ibukota ini dan nampaknya Bapak Presiden menyambut dengan penuh antusias. Di akhir perkenalan itu malah Bapak Presiden menghadiahi sebilah keris kecil untuk Haji Basirudin. Saat kunjungan Presiden RI ke Palangka Raya, Haji Basirudin kembali membantu biaya transportasi beliau serta akomodasi selama di Palangka Raya. Dan ketika roda pemerintahan mulai berjalan Haji Basirudin sering diminta Tjilik Riwut untuk membawakan uang milik provinsi Kalimantan Tengah. Pernah pula Haji Basirudin ditunjuk Tjilik Riwut menjadi camat di daerah Palingkau, namun ditolak beliau karena merasa keahliannya hanyalah berdagang. Pada tahun 1960 Haji Abdullah mertua Haji Basirudin sahabat dekat George Obus meninggal dunia. Maka Firma SEDAB sepenuhnya dikendalikan oleh Haji Basirudin, dan pelebaran usaha dilakukan dengan membuka remilling karet di desa Bangkuang. Haji Basirudin sehari-harinya ditemani koleksinya yang masih terawat baik berupa senjata seperti parang, mandau, keris, badik dan tombak yang jumlahnya sekitar 700 (tujuh ratus) pucuk. Dari seluruh koleksi tersebut hanya dua pucuk senjata yang sangat dibanggakan dan disayanginya yaitu badik pembunuh kapten Bangaert (komandan Fort Marabahan) dan keris kecil hadiah Presiden Soekarno. la berniat jika keadaan keuangan cukup memungkinkan untuk membuat museum bagi semua koleksi tersebut. Semua benda-benda pusaka tersebut adalah warisan dari Haji Basirudin kepada anaknya Syarifuddin Noor dan selain pedagang, tantara dan sekaligus pembuat benda pusaka. Beliau juga pengawal Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno. Benda- Benda tersebut disimpan dalam bangunan lawas ditepi Jalan Teluk Kelayan dengan arsitektur khas banjar. Bangunan tersebut dijual kepada Pemerintah Kota Banjarmasin pada tahun 2017 yang lalu untuk di Jadikan Museum untuk merawat benda-benda tersebut selain koleksi lainnya yang akan dipamerkan dalam museum tersebut. Pada tahun 2022 yang lalu setelah melalui beberapa koordinasi dengan pihak lain dan Lembaga terkalt, bangunan tersebut dibangun kembali karena setelah melalui kajian dan identifikasi, bangunan tersebut kurang layak menjadi sebuah tempat wisata atau tempat kunjungan yang akan dikuatirkan akan miring atau roboh karena pondasi/struktur bangunannya tidak kuat. Dan akhirnya diawal tahun 2024 Museum yang diberi nama Museum Kayuh Baimbai tersebut dan merupakan museum yang pertama di Kota Banjarmasin telah dibuka untuk umum.

museum

MUSEUM KOTA LHOKSEUMAWE

Jl. Teuku Hamzah Bendahara

Museum Kota Lhokseumawe adalah museum yang terletak di Kota Lhokseumawe yang berdiri pada tahun 2014. Pengelola museum ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Lhokseumawe. Kepemilikan penuh museum ini diberikan kepada pemerintah Kota Lhokseumawe. Bangunan induk dari museum ini terdiri dari sebuah Rumah Adat Aceh dan sebuah balai tempat penyimpanan padi, alat penumbuk padi dan kamar mandi. Museum Kota Lhokseumawe berlokasi di Jalan Teuku Hamzah Bendanara, Kuta Blang, Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh Pembangunannya menghabiskan dana sebesar Rp 1,8 miliar. Peresmian Museum Kota Lhokseumawe dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada hari Jum'at tanggal 18 Oktober 2019 pada pukul 16.00 WIB. Peresmian Museum Kota Lhokseumawe dihadiri oleh Walikota Lhokseumawe yang bernama Suaidi Yahya. Peresmian Museum ini diiringi dengan pementasan pertunjukan seni tradisional. Museum Kota Lhokseumawe memiliki koleksi benda-benda bersejarah. Adapun jenis koleksi dari museum ini berupa peta Lhokseumawe tempo dulu hingga koleksi koin emas dan beraneka senjata tradisional. Selain itu museum Kota Lhokseumawe menyimpan sejumlah benda bersejarah tersimpan di museum itu, seperti pedang, kalung, alat penangkap ikan, Al-quran tempo dulu, tombak, koin emas, aksesoris emas, keramik, guci, dan kande (alat penerangan)

museum

Museum Terbuka Megalitik Bondowoso

Jl. Purbakala Dusun Daringan RT/RW 08/03

tes

museum

Museum Batik Tiga Negeri Lasem

Jalan Karangturi IV No. 7, RT 4 RW 2

Museum Batik (Tiga Negeri Lasem) awalnya didirikan pada tahun 2019 atas inisiatif Bapak Rudy Hartono dan Agni Malagina pasca ditemukannya sketsa motif batik karya Johanna Tjoa di rumah peninggalan keluarga Tjoa Lasem yang berpindah kepemilikan kepada Bapak Rudy Hartono pada tahun 2018. Museum BTN awalnya menempati bangunan paviliun Rumah Johanna Tjoa, kemudia berpindah ke bangunan baru menjadi museum dan galeri batik pada tahun 2024. Saat ini pembenahan museum masih berlangsung karena Museum Batik Tiga Negeri Lasem akan menempati bangunan Rumah Utama Johanna Tjoa.

museum

Museum Catur Indonesia

Jalan Raya Siliwangi No. 15, Rawa Panjang

Pendirian Museum Catur Indonesia dilatar belakangi oleh keinginan Yayasan untuk terus mengembangkan dan melestarikan olahraga Catur dalam berbagai aspek, seperti benda koleksi, sejarah Catur hingga prestasi yang telah diraih mengingat tidak adanya keberadaan Museum khusus terkait olahraga Catur di Indonesia.

museum

Museum Jenang dan Gusjigang

Jl. Sunan Muria No. 33 A Kudus

Jenang merupakan makanan khas Kudus yang menurut legendanya tidak lepas dari kisah perjalanan Sunan Kudus dalam menyebarkan syiar Islam di Kabupaten Kudus. Mubarokfood merupakan perusahaan jenang terbesar di Kudus yang berdiri sejak 1910 berawal dari sebuah home industry. Proses pembuatan jenang di Mubarokfood juga mengalami perubahan dari tahun ke tahun menyesuaikan perkembangan teknologi dan juga mengacu pada standart mutu industri makanan. Selain itu, kemasan jenang Mubarokfood juga mengalami metamorfosis yang sangat signifikan. Berlatar belakang sejarah perjalanan panjang tersebut, pada 24 Mei 2017, Direktur Utama Mubarokfood - Bapak H. Muhammad Hilmy, SE, meresmikan Gedung Mubarok Sentra Bisnis dan Budaya (MSBB) yang di dalamnya terdapat Showroom dan Museum Jenang dan Gusjigang. Showroom ini menampilkan produk-produk Mubarokfood dan produk UMKM, produk Ekonomi Kreatif yang ada di Kudus dan daerah lainnya di Jawa Tengah. Sedangkan Museum Jenang dan Gusjigang ini menceritakan tentang sejarah berdirinya Jenang Kudus Mubarok, mulai dari perkembangan generasi ke generasi, gambaran bagaimana cara membuat jenang, perlengkapan yang digunakan dari masa ke masa, maupun jenis kemasan yang digunakan. Museum Jenang ini juga menonjolkan desain bangunan yang memiliki ciri khas menarik berupa visualisasi pembuatan, penyajian hingga pelestarian jenang. Hal ini didukung dengan adanya patung/diorama para pekerja dan alat-alat produksi pembuatan jenang. Seiring dengan berkembangnya ide dan pemikiran pemilik, museum ini tidak stagnan dalam menyuguhkan koleksi dan venue. Selama 8 tahun sejak berdirinya museum ini, koleksi selalu bertambah tentunya lebih mengutamakan pada fungsi dari koleksi yakni sebagai media edukasi. Museum ini juga mengangkat falsafah hidup masyarakat Kudus sebagai local wisdom dan local culture serta ajaran moral kehidupan warisan Sunan Kudus, yaitu Gusjigang yang merupakan akronim dari baGUS akhlaknya (spriritual), pintar ngaJI (intelektual) dan terampil daGANG (entrepreneurship). Pada kurun waktu 2 -3 dekade terakhir, ajaran moral Sunan Kudus ini sudah hampir luntur dan pudar, generasi milenial banyak yang tidak kenal, tidak paham dan tidak mengetahui nilai-nilai luhur tersebut. Sehingga perlu ditanamkan dan dilestarikan melalui Museum Jenang dan Gusjigang ini. Disamping itu juga terdapat koleksi-koleksi utama lainnya yang berhubungan erat dengan sejarah Kota Kudus pada khususnya dan sejarah Indonesia pada umumnya.

Testimoni