
Perang Kusamba
uptd monumen perjuangan rakyat bali
Deskripsi
Perang Bali III (dikenal juga dengan Perang Kusamba) adalah intervensi militer Belanda yang utama di Selatan Bali, menyusul dua intervensi yang gagal, Perang Bali I dan Perang Bali II. Belanda menggunakan intervensi militer ini sebagai dalih klaim penyelamatan Bali atas hak tawan karang, yang merupakan kebiasaan rakyat Bali, tetapi tidak dapat diterima berdasarkan hukum internasional
Sejarah
Bermula dari terdamparnya dua skoner (perahu) milik G.P. King, pedagang Belanda yang berkedudukan di Ampenan, Lombok di pelabuhan Batulahak, di sekitar Pesinggahan. Kapal ini kemudian dirampas oleh penduduk Pesinggahan dan Dawan. Raja Klungkung sendiri menganggap kehadiran kapal yang awaknya sebagian besar orang-orang Sasak itu sebagai pengacau sehingga langsung memerintahkan untuk membunuhnya. Oleh Mads Lange, seorang pengusaha asal Denmark yang tinggal di Kuta, melaporkan kejadian tersebut kepada wakil Belanda di Besuki. Residen Belanda di Besuki memprotes keras tindakan Klungkung dan menganggapnya sebagai pelanggaran atas perjanjian 24 Mei 1843 tentang penghapusan hukum Tawan Karang. Kegeraman Belanda bertambah dengan sikap Klungkung membantu Buleleng dalam Perang Jagaraga, April 1849. Ekspedisi Belanda yang baru saja usai menghadapi Buleleng dalam Perang Jagaraga, langsung dikerahkan ke Padang Cove (sekarang Padang Bai) untuk menyerang Klungkung. Diputuskan, tanggal 24 Mei 1849 sebagai hari penyerangan. Sudah sejak lama Kerajaan Bali menjalankan Tawan Karang, yakni hak untuk merampas kapal-kapal karam di perairan Bali dan seisinya termasuk anak buah kapal sebagai aset mereka. Pada tahun 1841, hak ini diberlakukan atas kapal Belanda; yang kemudian menimbulkan protes, di mana Kerajaan Buleleng, Karangasem dan Klungkung beserta penerusnya bersungguh-sungguh menerapkan hak itu dan menawarkan perompak dan pedagang budak untuk melawan; Diperkirakan hingga tahun 1844 perjanjian tersebut tetap dijalankan. Pada tahun itu juga, ketika sebuah kapal milik Belanda terdampar di Bali, kapal itu dirompak dan protes Belanda atas perlakuan itu diabaikan, yang berarti penguasa Bali melanggar kesepakatan, sehingga pemerintah kolonial di Jawa tidak dapat lagi mentoleransi dan melancarkan ekspedisi ini.
Nomor inventarisasi :
-
Nomor Registrasi :
-
Tempat Pembuatan :
Denpasar
Status Cagar Budaya :
Bukan Cagar Budaya
Klasifikasi :
Seni Kria
Kondisi Koleksi :
Utuh
Tanggal Registrasi:
14 Jun 2003
Cara Perolehan:
Pembelian
Keaslian:
Asli
Nama Museum :
Nomor Pendaftaran Nasional Musuem:
51.71.K.03.0167
Alamat Museum:
Jl. Raya Puputan Niti Mandala